Avicenna dan Hippocrates

Alkisah ini dibuat dengan sengaja karena memang begitu adanya...
Simaklah kawan,,,

Di sudut ruang belajar itu tampak dua tuyul, yah istilah dulu saat masih baru menjadi pelajar, tampak berbincang. Entahlah mereka berbincang apa, tetapi sayup terdengar mereka membahas tentang para filsuf. Untungnya perdebatan mereka tidak terdengar seisi ruang belajar ini. Mereka berdua sih tampaknya membahas dua filsuf yang bergelut di dunia kedokteran Hippocrates dan Ibn Sina atau yang lebih dikenal dari kalangan dunia barat sebagai Avicenna.

Tampaknya sih yang tinggi kurus itu lebih condong ke pemikiran Hippocrates sebagai bapak kedokteran. Sebagai pendukung Hippocrates sebagai tokoh pemikir dari Barat, dia nampaknya berapi-api melancarkan serangan argumentasinya. Dia berkata bahwa seandainya Hippocrates tidak ada maka tidak mungkin ada buku yang menggolongkan ribuan penyakit di muka bumi ini. Dia juga menambahkan lambang kedokteran, Aesculapius itu ada karena Hippocrates. Dalam benak saya wajar saja karena simbolitas itu dipakai Hippocrates dalam perjalanannya memecahkan mitos orang Yunani Kuno. Dalam buku Dunia Sophie dipaparkan masyarakat Yunani Kuno dalam menyikapi serangan penyakit selalu identik dengan kutukan para dewa. Dalam menyembuhkannya pun berbau mistis yakni dengan mengadakan penyembahan agar para dewa yang murka bisa mengampuni mereka.
“Hoi, bung..!”, tiba-tiba suara keras itu keluar. Ternyata teman debatnya berusaha membalikkan argumentasi temannya tadi. “Kau tahu nggak makna lambang Aesculapius itu..??”
“Ya tentu saja,” sanggahnya. “Bukan namanya anak kedokteran jikalau tidak bisa memaknai lambang tersebut. Tongkat Aesculapius itu kan seperti yang saya bilang tadi. Tongkat alat bantu beliau dalam berjalan merumuskan dan menyembuhkan orang sakit. Ular itu kan hewan yang berganti kulit tiap musimnya, jadi yah diharapkan ilmu kedokteran itu seperti ular. Hati ular juga kan biasa dipakai para tabib untuk menyembuhkan berbagai penyakit. Ular juga…”
“Hei bung, terlalu teoritis kamu.” Terpotong perkataannya oleh teman debatnya. Ular itu juga berbahaya loh. Kan ular simbolitas setan yang terkenal dengan racun. Artinya ilmu kedokteran itu dapat membunuh dong, ilmu dalam artian penerapan dan orang yang belajar ilmunya. Pemaknaan simbolitasmu dari segi semiotik itu berdasarkan persepsi saja, bung.”
“Itulah Ibn Sina datang,” ucapnya penuh semangat. Hippocratesmu itu terlalu materialis. Berbicara alam materi melulu, liat toh idola saya Ibn Sina datang dengan teori jiwanya. “Terus apa istmewanya…?? Ibn Sina itu kan senang menghayal. Bagaimana bisa dia memahami alam non-materi, sementara dia itu hidup dalam alam materi.” Sanggah temannya. “Wah, kalo itu saya juga kurang paham, tapi dalam bukunya Psikologi Ibn Sina ada teori pembagian fakultas jiwanya, bro. Istimewanya itu adalah Ibn Sina itu tidak hanya seorang dokter, bung! Beliau juga seorang agawaman dan ilmuan di dalam sejarahnya.


Yah, saya yang mendengar takjub dengan dua tuyul tadi. Geleng-geleng kepala saya di ruang belajar ini. Tiba-tiba saya teringat dua taman di tempat saya sedang mengenyam pendidikan dokter. Taman Hippocrates dan Taman Avicenna. Dua taman yang identik dengan kebudayaan kedua filosof ini berasal. Taman Hippocrates didedikasikan untuk Hippocrates yang berasal dari Yunani, jadi tidak heran tatanan bangunan ini dirancang seperti zaman Yunani Kuno penuh keindahan, kemewahan, dan tidak heran taman ini digunakan untuk perayaan yang bersifat hedonis. Taman Avicenna yah identik sekali dengan kebudayaan Timur. Bisa dijadikan ajang silahturahmi, tempat bertukar pikiran, dan tata bangunan yang khas dengan budaya timur yakni sederhana. Ekspektasi tinggi datang dari kami, kaum sufi, para pencari cahaya, agar kelak yang lahir dari taman ini minimal pernah duduklah bisa seperti Ibn Sina cerdas dan santun bukan hanya sebagai dokter, tetapi bisa jadi tokoh seperti Ibn Sina. Terserah deh alam pikiranku mempersepsikan kedua taman ini. Mengutip perkataan Fritjof Capra di dalam buku titik balik peradaban berkata bahwa Setelah sebuah masa kehancuran datanglah titik balik. Cahaya penuh daya yang dahulu hilang kini bersinar kembali. Segala sesuatu adalah gerak, namun bukan berarti tenaga. Gerak itu alami, mengalir spontan. Karena itulah pergantian menjadi mudah. Yang lama berakhir, yang baru terlahir. Keduanya berlangsung dalam saat yang telah ditentukan, karenanya tidak ada luka yang ditimbulkan.

Ada hal penting bahwa Hippocrates menggambarkan hal yang cenderung materialis dan Avicenna yang agamawan lebih memahami bahwa materi memiliki pencipta, dengan perkembangan ilmu pengetahuan, hal yang begitu alami tentu diciptakan dengan logis dan pasti terungkap kebenarannya perlahan. Renungkanlah dan jadilah hamba yang berpikir, mencari tahu dan mengamalkan.
 
Wisata Alam Bukit Bangkirai, BalikPapan, Kalimantan Timur
SELAMAT DATANG DI TAMAN AVICENNA

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

komentar Anda sangat bermanfaat bagi kami